Kamis, 06 November 2014

Karena Apa Yang Kita Cintai, Patut Diperjuangkan.

Perkenalkan namaku Bunga (Nama disamarkan) usiaku 20tahun, aku mau berbagi sedikit kisah LDR bersama pasanganku Mas Dwi (Nama disamarkan) yang usianya 27 tahun. Semoga kisah ini member inspirasi untuk teman-teman LDR.
Aku dan mas Dwi sudah pacaran sejak 4 tahun lalu, tepatnya tahun 2010. Usia kami terpaut 7 tahun. Perkenalanku dengan mas bermula dari media sosial. Aku dari cirebon, dan mas Dwi dari semarang. Tak ada perasaan apa-apa saat itu, entah karena kami tidak pernah tegur sapa, atau memang hubungan kami hanya sebatas teman chatting. 3 bulan dari perkenalan, kami bertemu di Cirebon. Setelah pertemuan singkat itu, mulai ada rasa yang tak biasa. Ternyata kami berdua saling jatuh cinta. Dari situ kami memutuskan untuk pacaran. Walaupun semenjak awal pacaran kami memang sudah sepakat untuk backstreet dari orang tua kami masing-masing, karena di antara kami berdua terhalang oleh keyakinan.
Pada saat usia hubungan kami masih 3 bulan, Mas Dwi harus pergi meninggalkan tanah kelahirannya, untuk menimba ilmu di Jerman. Dengan berbekal pengalaman LDR Cirebon-Semarang dan penguatan dari mas, aku bisa melepaskan untuk sementara waktu, meskipun di awal perpisahan hati mulai berontak. Kali ini bukan hanya masalah jarak, tapi inipun menyangkut masalah waktu. Bulan demi bulan terlewati walau hanya berkomunikasi seperlunya, dikarenakan kesibukanku yang baru memasuki perguruan tinggi, begitupun dengan mas Dwi.
4 bulan pertama dilewati dengan begitu mudahnya, sampai pada bulan ke-5  muncul orang ketiga dari pihak mas Dwi, sehingga setiap kali berkomunikasi kami akhiri dengan pertengkaran. Disusul dengan keluargaku yang lambat laun mengetahui tentang hubungan kami. Akupun ditentang keras oleh keluargaku agar segera mengakhiri hubunganku bersama mas Dwi, karena perbedaan keyakinan. Pada saat itu aku tidak langsung memutuskan hubungan kudengan mas Dwi. Langkah yang aku ambil saat itu adalah dengan berbicara meskipun lewat videocall. Aku ceritakan semua apa yang menjadi masalahku dengan keluarga, seketika itupun yang kulihat dari layar komputer dia hanya diam, lalu ada air mata yang mengalir dengan sendirinya. Tak ada kata yang keluar satu pun dari mulut Mas Dwi. Bukannya kami tak mau mempertahankan hubungan ini, tapi kami berfikir menyangkut keyakinan, keluarga dan masa depan. Ya, kami putuskan untuk mengakhiri hubungan ini.
8 bulan sudah setelah kami berpisah tanpa komunikasi. Di setiap ibadahku, tak lupa aku menyelipkan do’a untuk diberikan jodoh yang terbaik, dan yang paling utama adalah seiman. Tak pernah kuduga sebelumnya, setelah 8 bulan tanpa komunikasi, Mas Dwi datang menemui ayah dan ibuku. Terang saja Mas Dwi langsung di tolak, keluargaku tak ada yang mau menemui Mas Dwi. Mas Dwi tak menyerah sampai disitu, dia kembali lagi untuk menjelaskan maksud dari kedatangannya kerumah. Walaupun keluargaku tetap tak terima, aku memohon kepada ayah dan ibuku untuk mendengarkan maksud dari kedatangan mas Dwi ke rumah, karena saat itupun aku tak tau apa yang menjadi maksud kedatangannya. Akhirnya keluargaku mempersilahkan Mas Dwi untuk masuk ke rumah, dan menjelaskan maksud dari kedatangannya.
Ternyata maksud dari kedatangan Mas Dwi ke rumah adalah untuk melamarku. Seketika itupun ayah dan ibuku menolak lamaraannya karena mereka tau Mas Dwi berbeda keyakinan dengan keluargaku. Lalu diapun menerangkan bahwa 7 bulan lalu, sesudah kami berpisah Mas Dwi memutuskan telah berpindah agama dengan keyakinanku. Aku terkejut mendengar pernyataan itu, karena aku tau memutuskan untuk seiman denganku tidaklah mudah, pasti banyak sekali tentangan dari kerabat ataupun sahabat, tapi Mas Dwi menjelaskan bahwa keluarganya bisa menerima atas kepindahan agamanya. Ayah dan ibuku pun mulai luluh dan mulai merestui hubungan kami, karena beliau melihat kegigihan Mas Dwi untuk mendapat restu dari beliau.
Setelah mengantongi restu orang tuaku, Mas Dwi kembali lagi ke Jerman. 3 bulan setelah itu Mas Dwi datang lagi ke rumahku untuk resmi melamarku, kali ini Mas Dwi datang bersama keluarganya. Karena usia Mas Dwi yang sudah cukup, maka dia meminta kepada orang tuaku untuk menikahiku. Meskipun saat itu usiaku masih terbilang sangat muda untuk menikah yakni 18 tahun, orang tuaku merasa yakin melepasku kepada Mas Dwi, karena beliau yakin, Mas Dwi adalah laki-laki yang bertanggung jawab. Saat itupun kedua belah pihak seraya menentukan tanggal yang pas untuk akad nikah kami. Dipilihlah bulan Nopember 2012, bulan dimana Mas Dwi menjabat tangan ayahku untuk mengucap janji suci dihadapan Tuhan. Ya, sebulan dari prosesi lamaran, di karenakan mas Dwi harus segera kembali ke Jerman.
Alhamdulillah, meskipun setelah 2 bulan menikah harus LDR (lagi) selama 1 tahun untuk menyelesaikan sekolahnya, akan tetapi perjuangan di waktu yang singkat itu terbayar dengan kebahagiaan karena bisa menemani Mas Dwi sampai akhirnya diwisuda, bukan sebagai pacar, tapi sebagai seorang istri. Buah dari perjuangan ini adalah dengan tinggalnya kami berdua dalam satu atap. Ya aku mengikuti suamiku untuk menetap di Jakarta.

Semoga kisah kami berdua memberikan inspirasi terlebih pada pasangan LDR yang berbeda keyakinan.
***
Hallo temen-temen LDR dimanapun berada, kita masih membuka untuk kamu yang mau share kisah LDR-nya, untuk syaratnya silahkan baca di bawah ini. 

Ditunggu #LDRStory-nya di email kita ya, semoga pengirim kisah makin tambah langgeng karena dibaca dan menginspirasi ratusan ribu temen-temen di @LongDistance_R.

Info buku Kumpulan kisah LDR dan Buku LDR lainnya di sini Tips biar langgeng juga ada di sini.